Kenduri kepada arwah si mati
di hadiahkan pahala zikir dan pahala (surat) قُلْ هُوَ الله dan sebagainya, adakah dapat
pahalanya (sampai) kepada si mati, dan (sedangkan) dalam al-Qur’an mengatakan :
Dan jagalah
dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat
membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa'at
dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong.
(Al-Baqarah : 48)
dan ayat Qur’an ini sudah berlawanan dengan
hadist Nabi SAW, yaitu :
اذا مات ابن ادام...الخ
Pada hadist ada masuk amal yang shaleh dan
anak yang berdoa dan ayat yang berlawanan dengan hadist ini, harap tuan beri
penjelasan yang shahih supaya dapat saya mengikuti ?
JAWABAN
Pahala
kenduri dan pahala zikir dan pahala قُلْ هُوَ الله dan sebagainya semua itu sampai kepada si
mati, kalau diniatkan atau di hadiahkan pahala itu kepada si mati, karena (sesuai
dengan) sabda Nabi :
انما لكلّ امرئ ما نوى ...
“Bahwasanya setiap bagi sesuatu urusan itu tergantung apa yang
diniatkan...”
Dan pada hadist lagi bahwa memberi manfaat
bagi orang yang disengat kala[1]
akan rajah[2]
sebahagian sahabat Nabi dengan (bacaan surat) fatihah.
Dan firman Allah Ta’ala :
واتاكم من كلّ سألتموه ...
“Dan apa-apa yang telah diberikan kepada
kalian dari setiap sesuatu niscaya mintalah kepada-Nya...”
(Untuk itu maka
syarat sampai pahala kepada si mayi itu adalah) kalau di doakan atau di
hadiahkan dengan menyebutkan pahala yang tersebut (untuk yang dituju). Tetapi
kalau tidak di doakan atau tidak pula diniatkan pahalanya kepada si mati maka
telah sepakat Imam yang empat atas
sampai pahala kepada si mati, maka yang demikian tidak sampai menurut yang
dikehendaki oleh Imam Syafi’i r.a dan nas yang mengatakan sampai pahala kenduri
kepada si mati (dijelaskan) didalam Kitab I’anatut Thalibin, juzu’ 3,
no. 144, (sebagai berikut) :
والحاصل انه ان ملك لاجل
الاحتياج او لقصد الثوب مع صيغة كان هبة و صدقة و ان ملك بقصد الكرام مع صيغة كان
هبة و هدية و ان ملك لا لاجل الثوب و لا اكرام بصيغة كان هبة فقط و ان ملك لاجل
الاكرام من غير صيغة كان هدية فقط فبين الثلاثة عموم و خصوص من وجه.
“Dan hasilah bahwasanya apabila seseorang mempunyai suatu hajat atau maksud pahala disertai lafadz maka hal itu termasuk pemberian dan shadaqah, dan apabila seseoarang memuliakan (untuk si mayit) beserta
sighat maka ianya itu berupa pemberian dan hadiah, dan apabila seseorang tidak memiliki tujuan pahala dan juga tidak untuk
memuliakan dengan disertai sighat niscaya adalah ianya itu hanya berupa
pemberian saja dan apabila seseorang memiliki tujuan karena memuliakan tanpa
menggunakan sighat maka adalah ianya itu hanya berupa hadiah saja, maka
penjelasan yang ketiga tersebut diatas adalah bentuk umum dan khusus dari satu
tujuan.
Dan (disebutkan juga di) dalam Tuhfatul
Minhaj, juzu 3, no. 207 :
وما اعتيد من جعل اهل
الميت طعاما ليدعو الناس عليه بدعة مكروهة كاءجابتهم لذلك لما صح عن جرير كنانعد
الاجتماع الى اهل الميت و صنعهم الطعام بعد النياحة و وجه عبده من النياحة ما فيه
من شدة الهتمام يأمر الجزن و من ثم كره اجتماع اهل الميت ليقصدوا بالعزاء قال الائمة
بل ينبغي ان ينصرفوا في حوائجهم فمن صاد فهم عزاهم و أخذ جمع من هذا و من بطلان
الوصية بالمكروه بطلانها باطعام المعزين وبه صرح فى الانوار نعم ان فعل لاهل الميت
مع العلم بانهم يطمعون من حضرهم لم يكره و فيه نظر و دعوى ذللك التضمن ممنوعة و من
ثم خالف ذلك بعضهم فافتى بصحة الوصية باطعام المعزين.
“Dan apa-apa yang cenderung (atas) keluarga mayit dalam menjadikan makanan untuk mengundang mayasarakat atas yang
demikian itu adalah bid’ah yang makruh akan tetapi hal tersebut itu sah menurut
pendapat Imam Jarir.
Dalam keadaan ini kami mengembalikan kepada pendapat ijtima’, yaitu kepada
mayit. Dan mereka yang telah bertuju membuat makanan (kenduri) hal itu sangat
penting sesuai diperintahkan
oleh imam jazan. Dan kemudian ada ulama yang sepakat memakruhkan hal tersebut
karena maksud dengan sebab menghibur. Telah berkata kebanyakan ulama : akan tetapi
diharuskan (membuat makanan) bagi mereka yang berpaling dari maksud bisnis,
maka barang siapa yang mempertemukan maksud ini kepada nisbah mayit dan
mengambil cara tersebut ini dan mengambil segala kebatalan ini maka makanan tersebut
batalah hukumnya. Adapun berkenan dengan membuat makanan untuk para hadirin
telah dijelaskan didalam kitab Anwar bahwa mereka membuat makanan untuk ahli rumah beserta dengan ilmu dengan bahwa
mereka memakan makanan dari para hadirin maka hal tersebut tidak dimakruhkan.
Dan orang yang memikirkan tentang hukum ini dan berdebat didalamnya maka
dilarang. Dan kemudian dari sebahagian mereka yang berpaling dari yang demikian
itu maka memberikan makanan bangsa kepada mayit adalah sah.
Maka kenduri yang (terjadi) sekarang ini
adalah sunnah, karena kenduri itu untuk orang membaca Qur’an dan Shamadiyah dan
Tahlil dan segala keterangan yang mengatakan makruh adalah kenduri untuk yang
meratuk kepada kematian. Dan didalam kitab Tafsir Shawi, juzu’ awwal,
no. 91 :
واما لم يوصى وقد جرت
العادة بذلك او لمال واسع و فعل ذلك كبير رشيد.
Dan apabila tidak diwasiatkan sungguh telah berjalan
amalan secara adat yang demikian itu ataupun juga berjalan amalan untuk harta
yang luas dan berbuat yang demikian itu merupakan perbuatan lurus yang besar
Adapun ayat Qur’an tadi diatas
(yaitu) :
واتقوا يوما لا تجزى الخ
Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat,
yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain.
(ayat) ini
maksudnya (adalah untuk) orang kafir yang tidak dapat ditolong oleh orang
(yang) mukmin, tetapi kalau orang mukmin dapat syafaat karena hadis yang shahih
(yaitu) : شفاعتي الكبائر (artinya : “syafaatku adalah besar”) dan dalam ayat kursi (yang berbunyi) : من ذا الذي يشفع عنده الا باذنه... الخ (artinya :“tiada yang memberi syafaat di sisi Allah tanpa izinya”) itu adalah menetapkan ada syafaat bagi orang
mukmin, dan ada ayat lagi (yang berbunyi) : ربنا اغرلنا و لاخواننا
الذى سبقونا بالايمان (artinya :“Wahai Tuhan kami ampunilah dosa kami dan dosa orang-orang
sebelum kami dengan iman”) hingga akhirnya ayat dan adapun Hadist (yang berbunyi) : اذا مات ابن ادام...الخ maksudnya itu (adalah) anak Adam yang islam bukan yang
kafir. Maka oleh karena itu tidaklah berlawanan hadist itu dengan ayat واتقوا يوما لا تجزى الخ , karena makna berlawanan itu atau Mu’arid itu (adalah) Tawaarud[3] Baina
ma’naini Mukhtalifina ‘ala mahalli wahid (yang artinya adalah persamaan itu
diatantara dua makna yang berbeda atas keadaan yang satu), (untuk itu)
karena ayat Qur’an tadi maksudnya (menunjukkan) bagi orang kafir tidak dapat
dibantu atau (mendapatkan) syafaat dan yang didalam hadist itu bagi orang yang
mukmin.
Sumber :
Kitab Al-Fatawa Abuya Muda Waly
Thanks for reading & sharing PENGAJIAN FIQIH
0 komentar:
Post a Comment